Menerapkan Oposisi Biner ke dalam Karya Sastra; Cerpen "PERADILAN RAKYAT" Karya Putu Wijaya Oleh Rizki Subbeh
Menerapkan Oposisi Biner ke dalam Karya Sastra;
Cerpen "PERADILAN RAKYAT" Karya Putu Wijaya
Oleh Rizki Subbeh
Oposisi Biner
Oposisi biner adalah sebuah konsep
mengenai pola pengenalan manusia terhadap simbol dan makna akan kata. Konsep
ini menjelaskan mengenai sesuatu yang selalu memiliki lawan akan terbentuk
nilai dan makna sesungguhnya. Namun perlu diketahui oposisi biner bukan sesuatu
yang berlawanan, melainkan pasangan yang bisa melengkapi dengan menemukan
tujuan arah karya sastra itu sendiri. Dalam cerpen “peradilan rakyat” karya
Putu Wijaya menceritakan kisah dua orang pengcara yang tak lain ayah sebagai pengacara
senior dan anak sebagai pengacara junior. Layaknya seorang pengacara tidak akan
lepas dari peradilan klien yang di belanya, akan tetapi pembelaan yang di
lakukan oleh anak pengacara itu terhadap penjahaat kelas dunia memunculkan
pertentangan antara pengacara tua yang tak lain ayah. Persoalan yang dibawa
oleh kedua pengacara tersebut hingga berujung pada suatu kemenangan yang di
alami oleh pengacara muda atau anak. Dalam cerpen tersebut mengingatkan pada
masa presiden RI yang kedua yaitu Suharto yang berselisih atau berperang dingin
dengan kepemimpinan Sukarno. Keterkaitan cerpen “peradilan rakyat” tersebut
bisa di tandai pembelaan pengacara muda terhadap penjahat yang difonis hukuman
mati, namun dalam cerita Suharto yang di dukung bebrapa orang penting untuk
merebut tahta kepresidenan yang di pimpin Sukarno, artinya kejahatan pada masa
itu yang di lakukan oleh Suharto di bela dan ditutupi dengan scenario permainan
yang disusun olehnya yang biasa kita kenal dengan sebutan “super semar”. Dari
sinilah cerpen “peradilan rakyat” karya Putu Wijaya memunculkan oposisi biner,
antara pengacara tua atau ayah sebagai penolak negara dengan pengacara muda
pendukung negara. Ayah dan anak sebagai objek oposisi biner, yang dapat
memunculkan berbagai macam persoalan dibawahnya yaitu
Ayah Anak
Penolak negara pendukung
negara
Orde lama orde
baru
Pembangunan
bangsa pembangunan
bangsa melalui ekonomi
Melalui Identitas (politik)
Konsisten
kebanggaan nasional korupsi
merajalela
Sehingga dapat
di jelaskan sebagai berikut.
Ayah sebagai penolak negara
data :
data :
“pengacara
tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia memantapkan
putranya dari rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung. “apa
yag ingin kamu tentang, anak muda? Pengacara muda tertegun.”
Analisis :
Ucapan yang
dikatakan oleh pengacara tua atau Ayah, menunjukkan bagaimana pertentangan yang
ia lakukan terhadap anak yang tak lain sebagai pengacara muda yang membela
penjahat kelas dunia yang seharusnya dibunuh. Sehingga Ayah bisa digolongkan
sebagai orang yang menentang negara, dengan system kepemerintahan, namun dalm
konteks cerpen ini mengenai hokum. Pertentangan yang dilakukan pengacara tua
tersebut mengingatkan pada masa orde lama yang menjunjung tinggi bagaimana
sebuah negara yang memiliki arah tujuan yang jelas dengan memprioritaskan
identitas negara dengan jalan politik.
Pembangunan
bangsa melalui Identitas (politik)
Data :
“tidak
seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang, bahkan tidak seperti
para elit dan cendikiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun
menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak injak
keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya”
Pendukung data
diatas
“tentu saja. Aku
juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurangajar. Aku
pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan
penegakan keadilan”
Analisis :
Data dalam
cerpen tersebut sudah menunjukkan bagaimana system kepemerintahan semakin
menginjak injak, politik pada masa orde baru sudah berubah menjadi mengamankan
kepentingan individual meski di latar belakangi dengan pembangunan bangsa.
Sedangkan pembangunan pada masa orde baru dapat di artikan pembangunan ekonomi.
Sehingga perbedaan yang dialami oleh setiap masa orde lama dengan orde baru
sudah jelas bagaimana jalannya kepemerintahan pada orde lama yang sangat
menjunjung tinggi identitas melalui politik dengan tujuan kemakmuran masyarakat
RI.
Konsistensi
kebanggaan nasional
Data :
“aku memang
tidakpernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di
lembaga-lembaga tinggi dan gedung gedung bertingkat. Merekalah yang sudah
membuat kejahatan menjadi budaya negeri ini”
Analisi :
Berperang aktif
dalam membasmi penindasan menjadi konsistensi pada masa orde lama, tidak pernah
melihat siapa dan dari mana yang akan diseret menjadi pembrontak negara, akan
tetapi pada proses masa orde baru pemberontak menjadi dewa sehingga perlu
dilindungi. Kita bisa melihat bagaimana kelicikan suhato yang ingin mengkudeta
kepemerintahan sukarno yang dianggapnya tidak memajukan bangsa, yang ada negara
akan jalan ditempat meski bangsa di akui identitsa di kanca dunia.
Anak sebagai
pendukung negara
Data :
“tapi aku
datang tidak sebagai putramu, kata pengacara muda itu, “aku datang kemari
sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan dinegeri yang
sedang kacau ini”
Analisis :
Kedatangan
pengacara muda tersebut telah membawa profesionalitas dalam bidangnya yaitu pengacara,
akan tetapi dalam logika kita, penjahat kelas dunia seharusnya menerima hukuman
yang setimpal. Berbeda dengan pengacara muda tersebut yang ingin membela
penjahat itu, kisah ini bisa melihat pada kisah Suharto yang ingin mengkudeta
pemeritah namun beberapa kalangan sudah mengatahui rencananya akan tetapi
kalangan itu semakin mendukung rencana yang nantinya mereka akan menjadi dan
menduduki pemerintah sendiri. Sehingga scenario telah dilakukan agar nama baik
Suharto masih terjaga tanpa ada bercak hitam sekali pun, dalam cerpen
“peradilan rakyat” sepertinya ingin membenarkan bagaimana gerakan masa orde
baru yang ingin membangun bangsa melalui perekonomian dibandingkan orde lama
yang hanya jalan di tempat pada identitas bangsa saja.
Pembangunan
bangsa melalui ekonomi
Data :
“ya kepada
kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung tombak pencarian
keadilan di negeri yang sedang di cabik cabik korupsi ini”
Analisis :
Data diatas
sudah jelas bagaiman perjalanan pada masa orde baru, kemajuan bangsa memang
sangat tampak dalam bidang pembangunan atau ekonomi, akan tetapi peradilan yang
member ladasan pemerintah itu membuat terombang ambing, sehingg pembangunan
pada masa itu membuat merajalela bagaimana gejolak orang orang yang buta harta
meski dengan melakukan apa saja untuk kepentingan pribadi salah satunya
korupsi, jika melihat orde baru kasus Suharto bisa menjadi tombak bagaimana
perjalanan bangsa, korupsi sangat merajalela bahkan presiden Suharto terjerat
pada kasus korupsi.
Korupsi
Data :
“negara akan
mendapatkan pelajaran penting, jangan main main dengn kejahatan! Jadi kamu akan
memenangkan perkara itu”
Analisis :
Kemenangan yang
akan dialami pengacara muda atau anak telah terjadi akan tetapi pengacara itu
telah mengkorupsi keadilan. Bagaimana bisa penjahat terbebas dari hukuman
sedangkan kejahatan telah merugikan pihak lain. Kisah ini bisa merjuk pada
Suharto yang mendapatkan tahta kepresidenan namun dibalik itu semua dia
menguras kekayaan bangsanya sendiri.
Kesimpulan
Dalam isi cerpen
“peradilan rakyat” karya Putu Wijaya memang sangat jelas akan mendominasi
pengacara muda atau anak, akan tetapi jika karya tersebut diteliti melalui
Oposisi biner sangat tampak pesan yang dimaksud pada cerpen tersebut. Sehingga cerpen
Putu tersebut sebenarnya lebih mendominasika seorang pengacara tua atau Ayah.
Yang menilai bagaimana masa orde baru sangat buruk meski dengan landasan
pembangunan melalui ekonomi, perbandingannya terlihat pada masa orde lama yang
sangat menjunjung tinggi identitas bangsa agar negara ini dipandang besar.
0 Response to "Menerapkan Oposisi Biner ke dalam Karya Sastra; Cerpen "PERADILAN RAKYAT" Karya Putu Wijaya Oleh Rizki Subbeh "
Posting Komentar